Next Post

Benarkah Pilkada 2024 Disebut Inkonstitusional?

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini (dok. merdeka.com)

Jakarta, Gentakala – PEMBANGKANGAN putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencalonan kepala daerah yang dipertontonkan DPR dan pemerintah lewat revisi Undang-Undang Pilkada dinilai membuat penyelenggaraan Pilkada 2024 menjadi tak konstitusional lagi. Terlebih, pembahasan revisi tersebut dilakukan sehari setelah MK membacakan putusan.

Pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan, Putusan MK Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 itu bersifat final dan mengikat serga ergo omnes atau berlaku serta merta bagi semua pihak, tak terkecuali DPR dan pemerintah. Oleh karena itu, upaya revisi UU Pilkada disebutnya sebagai pembangkangan konstitusi.

“Dan bila terus dibiarlan berlanjut, maka Pilkada 2024 adalah inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan,” terang Titi kepada Media Indonesia, Rabu (21/8).

Lewat Putusan Nomor 60, MK menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik atau gabungan partai politik yang penghitungannya diselaraskan dengan syarat dukungan calon dari jalur perseorangan atau independen. Selain itu, beleid yang mengatur bahwa ambang batas pencalonan hanya berlaku bagi partai berkursi di DPRD juga dibatalkan.

Dengan demikian, kans pengondisian elite partai untuk menciptakan calon tunggal lawan kotak kosong pada Pilkada 2024 diprediksi berkurang. Di Jakarta, misalnya, partai dengan perolehan suara 7,5% pada Pileg DPRD 2024 lalu dapat mencalonkan jagoannya sendiri.

Sementara, Putusan MK Nomor 70 menegaskan batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon. Ini menggugurkan tafsir yang dibuat oleh Mahkamah Agung (MA) sebelumnya bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.

Putusan tersebut seharusnya memupus asa putra bungsu Presiden Joko Widodo sekaligus Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep untuk mencalonkan diri sebagai gubernur maupun calon gubernur. Meskipun, Kaesang masih dapat maju sebagai calon wali kota atau wakil wali kota maupun calon bupati atau wakil bupati.

Sebab, saat penetapan pasangan calon pada 22 September mendatang, usia Kaesang masih 29 tahun, kurang setahun sebagai batas usia minimum calon gubernur dan wakil gubernur. Usia Kaesang baru genap 30 tahun pada 25 Desember 2024.

Menurut Titi, seluruh elemen bangsa, termasuk DPR dan pemerintah, seharusnya menghormati dan tunduk pada kedua putusan MK tersebut. Ia menegaskan posisi MK sebagai satu-satunya penafsir konstitusi norma pada undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

 

“Ketika MK sudah memberi tasir, maka itulah yang harus diikuti semua pihak. Senang atau tidak senang,” pungkas Titi.

Panitia Kerja (Panja) Revisi UU Pilkada DPR RI sendiri telah menyepakati perubahan ambang batas pencalonan, meski hanya mengakomodi kepentingan partai politik yang tak berkursi di DPRD. Namun, DPR tak mengubah penghitungan ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai sebagaimana amar putusan MK.

Selain itu, DPR juga menyepakati revisi UU Pilkada terkait penghitungan syarat usia minimum calon kepala daerah sesuai dengan putusan MA sebelumnya yang dipatok saat pelantikan pasangan calon terpilih. Artinya, revisi tersebut tidak memedomani putusan MK yang dibacakan kemarin.

Sumber: Media Indonesia

Adm

Related posts